Jl. Kelapa Hijau - Bukit Indah Sukajadi - Batam 29642
SEARCH:

                 
  SVD Batam SOVERDIA (Awam SVD) Pelayanan Kitab Suci Pelayananan Internasional Liturgi dan Devosi Tirta Wacana  
 
 OPINI
"Aku sepenuhnya menyerahkan diriku kepada kehendak Tuhan dan membiarkan Ia mewujudkan keinginanNya atas diriku. Jika Ia mengijinkan sesuatu yang lebih berat menimpa diriku, aku masih tetap siap sedia dan menerima semuanya dari tanganNya "
(Arnoldus Janssen)

"Tugas kita yang paling utama ialah mewartakan Sabda. ... Pewartaan kita haruslah demikian rupa, sehingga ia memancarkan keagungan Kabar Gembira, dan dengan demikian orang dapat mengakui amanat Allah dalam kata-kata kita" (Konstitusi SVD 107)


EKO PASTORAL:
Sebuah pilar pemberdayaan KBG di Keuskupan Pangkalpinang

   
 
oleh Aurelius Pati Soge*)
halaman 3 dari 3
 
 
 
 
4. Ekologi dan pemberdayaan KBG

Berbicara tentang pastoral ekologi tidak bisa terlepas dari pemberdayaan Komunitas Basis Gerejawi (KBG) sebagai cara hidup menggereja yang diadopsi oleh Keuskupan Pangkal-pinang. Maka eko-pastoral yang belum terlalu populer dan meluas ini perlu perlahan-lahan mulai diintegrasikan ke dalam kehidupan KBG.

Pada tingkatan ini, KBG-KBG kita jelas tidak berhadapan langsung dengan problematika teknis lingkungan hidup yang sangat kuat dipengaruhi oleh ekonomi pasar global yang kuat dikuasai oleh kaum pemilik modal. Akan tetapi dampak langsung dari sistem global ini di-alami oleh umat-umat sederhana di KBG. Maka, kendatipun pola pastoral ini bersikap internal dan lokal, wawasan global haruslah dibawa masuk ke lingkungan umat kita, untuk membangun suatu eco-awareness sehingga di tengah mereka berlangsung penyerapan nilai-nilai iman dan moral Kristiani di bidang ekologi. Untuk pertemuan ini kami menganjurkan beberapa bentuk konkrit yang perlu dikembangkan lebih lanjut.

4.1. Tanggapan kontemplatip asketik . Topik ekologi hendaknya di bawa ke dalam ranah pendalaman iman, seperti perayaan-perayaan liturgi, pendalaman iman, sharing Kitab Suci, katekese, dan pertemuan-pertemuan pastoral umat lainnya. Dengan membawa isu ekologi ke dalam ranah spiritual, umat diajak untuk merenungkan, memahami dan me-nempatkan diri pada posisi yang benar di tengah seluruh ciptaan. Ketika kesadaran diri berjalan dengan baik, pertobatan akan berlangsung dengan sendirinya, sehingga terjadi proses pemurnian suara hati. Di sini manusia menghantar dirinya menuju kondisi hati yang murni yang sanggup memandang wajah Allah. “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah”, demikian kata Yesus dalam kotbah di bukit (Mat 5:8). Selain itu, kesadaran akan posisi dan hakekat diri membuat manusia dapat membeda-bedakan mana eksplorasi alam demi kebutuhan manusia dan mana eksploitasi alam demi keserakahan ekonomi pasar. Secara tidak langsung umat didorong untuk menjauh dari konsumerisme, narkotika, rekayasa genetika, aborsi, dan kejahatan-kejahatan sosial lain yang bertumbuh seiring dengan nilai-nilai instant modern. Tanggapan kontemplatip asketik ini boleh dikatakan sebagai dimensi ad-intra dari eko-pastoral yang kita sadari dan kita promosikan sebagai satu subyek pastoral aktual di Keuskupan kita.

4.2. Tanggapan profetis (kenabian) . Bagian terberat dan paling menantang dari eko-pastoral kita ialah tanggapan kenabian, ketika kita dituntut untuk menentang kelaliman dan keserakahan dunia yang memanipulasi sumber daya alam untuk memenuhi kesekarahan ekonomi pasar. Sebagaimana para nabi di jaman Perjanjian Lama, bahkan Yesus sendiri di jaman Perjanjian Baru, menyerukan keadilan dan siap menanggung segala konsekuensi dari seruan kenabian itu, Gereja masa kini pada umumnya dan ke-uskupan kita pada khususnya ditantang untuk menyerukan penghormatan pemulihan kepada martabat lingkungan hidup sebagai ciptaan Tuhan. Konsekuensi dari seruan ke-nabian ialah dilawan oleh dunia yang agendanya digugat. Maka kerygma di bidang ini mungkin membuka pintu kepada martyria gereja dalam skala yang paling praktis ketika ekonomi pasar dan perangkat-perangkat pendukungnya dengan cara langsung atau tidak langsung berusaha menyingkirkan gereja dari kehidupan masyarakat. Untuk itu konsolidasi umat perlu dimulai dari KBG-KBG kita.
  • Bersama umat kita perlu menyadari hak-hak atas alam yang diciptakan Tuhan untuk kebutuhan manusia. Penyadaran ini termasuk antara lain menolak produk-produk yang menggunakan teknologi rekayasa genetika, sistem kerja yang merendahkan martabat manusia, eksploitasi anak-anak dan perempuan, pengangkangan sumber-sumber alam dari komunitas masyarakat tradisional. Pengetahuan-pengetahuan dan kearifan lokal dalam bidang lingkungan hidup, obat-obatan, dan sebagainya perlu didata dan dijaga, sehingga tidak sampai dirampas oleh korporasi-korporasi inter-nasional yang sering merampoknya dengan mendaftarkan hak paten.
  • Melakukan proses edukasi ekologi mulai dari masa kanak-kanak dan konsisten diterapkan sebagai bagian dari penghayatan iman. Dengan merujuk pada keputusan Apostolic Penitentiary yang memasukan perusakan lingkungan hidup sebagai dosa berat, proses edukasi iman dan moral anak-anak – tanpa mengesampingkan kaum dewasa – dibingkai dalam kesadaran akan dosa dan rahmat. Tema ekologi juga dapat dibawa ke dalam pendalaman Kitab Suci, maka materi-materi sharing Kitab Suci dengan tema ekologi perlu disusun dan disebarkan secara teratur oleh pihak-pihak yang berkompeten. Demikian juga katekese khusus seperti APP, masa Adven dan sebagainya bisa menggunakan tema tersebut. Selain dimensi iman, proses edukasi ini juga diboyong ke dalam ranah ilmiah untuk meningkatkan kesadaran luas di tengah umat kita karena isu ekologi sudah menyentuh aspek biologi natural, sosiologi dan kebudayaan.
  • Mengangkat tema ekologi ke dalam ranah dialog multidimensional, seperti dialog ekumenis dan inter-religius dan dengan penganut-penganut ideologi sekular. Selain mencari kesamaan doktrin iman yang mempertemukan, tema ekologi juga dapat dibahas dalam dialog ekumenis dan antar agama, mengingat ekologi ini menyentuh semua orang. Maka ekologi bisa menjadi wahana yang mempertemukan berbagai kalangan yang mungkin bertentangan bahkan saling membenci dalam aspek kehidupan yang lain.
  • Membangun network baik lokal maupun global dengan aneka lembaga, baik religius maupun profan seperti LSM yang menaruh perhatian pada lingkungan hidup, dan bersama mereka menyuarakan isu-isu lingkungan hidup hingga ke tingkat mundial sehingga menjadi perhatian masyarakat global. Dengan itu ada kemungkinan lebih besar untuk menekan dan membatasi kepentingan modal yang terus menguliti bumi ini dari sumber-sumber daya alam. Untuk bidang ini, pendekatan ilmiah yang meng-korporasi aneka bidang kehidupan tak dapat diabaikan. Keuskupan perlu memiliki data base yang memadai tentang ekologi di wilayah keuskupan ini melalui studi ilmiah empiris dengan data-data yang valid, bukan sekedar asumsi-asumsi atau ceritera-ceritera lepas yang tak teruji validitasnya. Memiliki lembaga riset atau be-kerja sama dengan lembaga-lembaga riset yang lain merupakan satu unsur penting di bidang ini.


Harapan

Apa yang dikemukakan di sini hanya sekedar satu sharing iman untuk pertemuan pastoral di Dekenat Utara sebagai langkah animasi internal untuk menumbuhkan kesadaran baru tentang pentingnya memulai pastoral ekologi di tempat kita masing-masing. Para petugas pastoral hendaknya tidak bersikap indiferen tetapi memiliki kesadaran akan urgennya masalah ini dan paling kurang mulai memikirkan langkah-langkah apa yang akan diambil dalam rencana pastoral setempat.

Semoga sharing singkat ini menjadi pemicu untuk refleksi lebih lanjut di tingkat KBG, paroki dan keuskupan.


Sukajadi, 14 Agustus 2012
Pada Peringatan St. Maximilian Kolbe

 
  *) Dipresentasi pada hari studi para imam se Kevikepan Kepulauan Riau, 14 Agustus 2012.
PAGE 1, 2, 3
 
 
 
 

LIHAT ARTIKEL LAIN

 


 
All stories by TIRTA WACANA Team except where otherwise noted. All rights reserved. | design: (c) aurelius pati soge