|
Home | News | Opinion | Contact Us |
|||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Jl. Kelapa Hijau - Bukit Indah Sukajadi - Batam 29642 | SEARCH:
|
|||||||
SVD Batam | SOVERDIA (Awam SVD) | Pelayanan Kitab Suci | Pelayananan Internasional | Liturgi dan Devosi | Tirta Wacana |
---|
OPINI | "Aku sepenuhnya menyerahkan diriku kepada kehendak Tuhan dan membiarkan Ia mewujudkan keinginanNya atas diriku. Jika Ia mengijinkan sesuatu yang lebih berat menimpa diriku, aku masih tetap siap sedia dan menerima semuanya dari tanganNya " (Arnoldus Janssen) |
||
|
|
EKO PASTORAL: |
|||
---|---|---|---|
oleh Aurelius Pati Soge*) |
halaman 2 dari 3 |
||
3. Animasi Pastoral Ekologis Pertama-tama, marilah kita melihat problema ekologi sebagai sebuah tantangan aktual penghayatan iman masa kini. Banyak tradisi suci Kristiani menempatkan penghormatan pada lingkungan sebagai sebuah kebajikan. St. Fransiskus Asisi, pelindung lingkungan hidup, dalam The Canticle of the Sun mengatakan:
Kitab Suci kita mengajarkan keseimbangan antara ciptaan dan keadilan sosial, sebagaimana ditulis dalam Mazmur 146:6-9:
|
St. Fransiskus Asisi |
||
Dari catatan tradisi dan biblis ini, untuk refleksi pastoral ini saya menganjurkan doa inti animasi pastoral ekologis yang perlu dikembangkan lebih jauh: 3.1. Mendorong pertobatan ekologis. Mazmur 146 ayat 6 menegaskan, bahwa Tuhan menjadikan langit dan bumi dan segala isinya dan tetap setia untuk selama-lamanya. Pernyataan ini merupakan gema langsung dari kisah penciptaan dari Kitab Kejadian bab satu. Kisah penciptaan itu diakhiri dengan pernyataan yang lugas tentang hakekat ciptaan, yakni Tuhan melihat segala ciptaanNya itu sungguh amat baik (Kej 1:31). Di sini terlihat satu keindahan universal yang bersumber dari hakekat Tuhan sendiri. Dan ketika manusia diserahi tugas untuk mengelola alam (Kej 1:28-29), ia diberi kuasa untuk memanfaatkan kekayaan alam untuk menunjang hidupnya, namun sejalan dengan itu, ia juga disadarkan, bahwa di bumi yang sama ini ia berbagi kehidupan dengan makluk-makluk lain, yakni hewan dan tumbuhan. Jika manusia menghormati Tuhan yang melihat seluruh ciptaanNya itu amat baik adanya, ia perlu menjaga citra Ilahi ini agar senantiasa berkenan di mata Tuhan, agar ciptaan itu tetap amat baik adanya. Karena itu, mendorong pertobatan ekologis memiliki dimensi ganda: (a) menjaga co-esksitensi kehidupan yang diciptakan Tuhan yakni manusia, hewan dan tumbuhan yang berbagi hidup dengan memanfaatkan sumber-sumber daya alam yang sama; dan (b) memelihara esensi atau citra manusia sebagai mahkota semua ciptaan yang dijadikan menurut rupa Tuhan sendiri. Siapakah Tuhan kita? Gambaran Mazmur 146 di atas menjabarkannya: Tuhan yang menjamin kehidupan dan keadilan bagi semua orang. Gambaran ini yang perlu diimplementasi manusia, jika masih menyimpang yang dibutuhkan adalah per-tobatan (conversion). 3.2. Mengupayakan keadilan ekologis. Untuk meningkatkan taraf kehidupan, manusia jelas harus mengolah sumber-sumber daya alam, namun ada perbedaan yang sangat tajam antara eksplorasi untuk meningkatkan taraf hidup dan eksplorasi untuk memenuhi keserakahan ekonomi pasar. Ketika kepentingan ekonomi pasar mengatasi kepentingan pemeliharaan taraf hidup sebagai manusia bermartabat, yang terjadi ialah eksploitasi secara berlebihan sumber-sumber daya alam. Di sini manusia sudah melawan keluhuran alam yang dimadahkan oleh Fransiskus Asisi di atas, yang menyebut angin sebagai saudara dan air sebagai saudari. Kedua-duanya dengan rendah hati dan ketulusan melayani kehidupan semua ciptaan. Sesungguhnya bertindak tidak adil kepada alam tidak semata-mata melecehkan ekosistem natural tetapi juga merendahkan hakekat manusia itu sendiri, karena manusia tidak lagi tampil sebagai citra Allah yang adil dan penuh kasih tetapi sebagai predator ekologis yang tidak mengenal ampun. Maka, mengupayakan keadilan ekologis tidak semata-mata bertujuan mengembalikan alam ke posisinya tetapi juga menempatkan manusia pada posisinya sebagai makluk Tuhan yang bermartabat. Sekali lagi, kisah penciptaan dan kehidupan di taman Eden pra kejatuhan manusia ke dalam dosa menggambarkan eco-justitia yang paling ideal. “Lalu TUHAN Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara. Dibawa-Nyalah semuanya kepada manusia itu untuk melihat, bagaimana ia menamainya; dan seperti nama yang diberikan manusia itu kepada tiap-tiap makhluk yang hidup, demikianlah nanti nama makhluk itu” (Kej 2:19). ............. SELANJUTNYA |
|||
*) Dipresentasi pada hari studi para imam se Kevikepan Kepulauan Riau, 14 Agustus 2012. |
All stories by TIRTA WACANA Team except where otherwise noted. All rights reserved. | design: (c) aurelius pati soge |