Jl. Kelapa Hijau - Bukit Indah Sukajadi - Batam 29642
SEARCH:

                 
  SVD Batam SOVERDIA (Awam SVD) Pelayanan Kitab Suci Pelayananan Internasional Liturgi dan Devosi Tirta Wacana  
 
 OPINI
"Aku sepenuhnya menyerahkan diriku kepada kehendak Tuhan dan membiarkan Ia mewujudkan keinginanNya atas diriku. Jika Ia mengijinkan sesuatu yang lebih berat menimpa diriku, aku masih tetap siap sedia dan menerima semuanya dari tanganNya "
(Arnoldus Janssen)

"Tugas kita yang paling utama ialah mewartakan Sabda. ... Pewartaan kita haruslah demikian rupa, sehingga ia memancarkan keagungan Kabar Gembira, dan dengan demikian orang dapat mengakui amanat Allah dalam kata-kata kita" (Konstitusi SVD 107)


EKUMENE:
Pelayanan Lintas Gereja Sebagai Wujud Dialog Profetis
- sebuah sharing spiritualitas dan pengalaman misi pribadi -

   
     
oleh Aurelius Pati Soge*)
halaman 2 dari 4

Denominasi Kristiani: mitra dialog ekumenis

Sejak dicanangkan oleh Kapitel Jendral SVD 2000, “Dialog Profetis” telah menjadi paradigma hidup dan misi para misionaris Serikat Sabda Allah (SVD). Lensa ini praktis telah membentuk cara kita memandang hidup dan misi masa kini, dengan konsekuensi perubahan pola pikir dan langkah-langkah implementasi praktis di lapangan, karena baik umat Kristiani maupun semua warga masyarakat hingga alam ciptaan Tuhan telah menjadi mitra dialog di dalam karya misioner tersebut. Yang terjadi tidak sebatas para misionaris meng-evangelisasi para mitra dialog tetapi juga menerima umpan balik, yakni di-evangelisasi oleh para mitra tersebut. Dengan demikian karya pewartaan itu tidak lagi sebuah proses monologal tetapi dialogal.

Terminologi “mitra dialog” membawa nuansa kesetaraan semua pihak yang terlibat dan mengubah warna karya misioner. Pertama-tama, di dalam dialog tersirat semangat saling menghormati dan menghargai satu sama lain. Dengan demikian terbuka peluang yang satu memperkaya yang lain. Merujuk ke misi sebagai dialog profetis, kemungkinan yang terbuka adalah para misionaris tidak hanya meng-evangelisasi tetapi juga di-evangelisasi mitra dialog. Dalam semangat ini, SVD menetapkan empat mitra pokok di dalam dialog profetis, yakni (1) orang miskin dan terpinggirkan; (2) orang dari berbagai budaya; (3) orang dari berbagai agama; dan (4) para pencari iman dan penganut ideologi sekular. Menempatkan empat kelompok prioritas ini memberikan penegasan, bahwa terbuka kemungkinan membina dialog dengan aneka elemen sosial untuk membangun kehidupan bersama dalam semangat persaudaran.

Kapitel Jendral XVII, 2012, bahkan secara khusus menempatkannya sebagai salah satu dari misi ad extra berbagi perutusan antar budaya, di bawah judul “dialog ekumenis dan antar agama.” Kapitel menegaskan, “Agama bernilai penting bagi identitas budaya namun kadang-kadang dipergunakan untuk membangun identitas tersebut dengan cara menekankan perbedaan. Sebagai anggota SVD, interkulturalitas ini memanggil kita untuk lebih memahami ‘pihak lain’ tanpa mengingkari perbedaan di antara kita. Kita memperjuangkan sikap saling menghargai, saling menerima dan saling memperkaya melalui dialog ekumenis dan antar agama” (Kapitel Jendral XVII, no. 8).

Dengan menggunakan pengetahuan dan ketrampilan di bidang komunikasi, yang sangat diperkaya oleh matra Communicating Word, saya melihat pelayanan lintas denominasi Kristiani merupakan sebuah peluang emas untuk mewujudkan Dialog Profetis. Dengan berbekalkan relasi dan komunikasi informal dengan sejumlah jemaat dari aneka denominasi, saya mulai menyeberang, masuk dan melayani jemaat-jemaat beberapa denominasi Kristiani. Pada tahap awal, saya hanya mau menerima pelayanan dalam skala kecil, seperti kelompok kecil kaum muda, mahasiswa, pendalaman Alkitab yang juga melibatkan beberapa umat Katolik.

Pelayanan awal tersebut kemudian meningkat ke permintaan untuk berkotbah di gereja-gereja pada kebaktian hari Minggu. Di sini saya mendapat tantangan khusus. Pertama, kebaktian denominasi Kristen Protestan dan Evangelis berpusat pada Sabda Tuhan. Kotbah-kotbah menjadi lebih panjang, sekitar 35 hingga 45 menit. Ini menjadi tantangan tersendiri karena biasanya kotbah-kotbah dalam ibadah umat Katolik jauh lebih pendek. Manajemen waktu dan materi kotbah sangat penting untuk menjaga agar saya tidak kehilangan arah. Kedua, banyak kali kebaktian tertentu pada waktu tertentu juga mengadakan perjamuan kudus. Sebagai pengkotbah saya juga ditawari peluang untuk turut serta di dalam perjamuan kudus tersebut. Tentu saja saya harus mengambil sikap yang jelas, karena perjamuan tersebut jelas-jelas bukan Ekaristi. Bagi umat Katolik, Ekaristi itu bukan simbol perjamuan Tuhan melainkan kehadiran nyata (the real presence) Yesus Kristus dalam rupa roti dan anggur. Saya harus menjelaskan mengapa tidak ikut ambil bagian. Tah terhindarkan, konsep-konsep teologi Ekaristi seperti transubstantiatio harus dipaparkan kepada mereka. Demikian juga hal-hal yang berkaitan dengan sakramen-sakramen yang lain. Ada yang cukup terbuka dan berusaha memahami, yang lain tidak mengambil sikap, yang lain secara terang-terangan menolak, sikap yang bisa memicu perdebatan.

 

Poster tentang SKGI 2012 yang terpampang di sejumlah baliho di jalan-jalan kota Surabaya, tidak biasa di lingkungan Katolik
 
 

Pada tahapan ini, misi Dialog Profetis mendapat peluang untuk diwujudkan. Secara terbuka, titik-titik kesamaan dan perbedaan diangkat dan dibedah. Ada banyak hak khas Katolik yang ditanya, seperti Sakramen, Devosi, Hidup Bhakti, Selibat Imam, dan sebagainya. Tujuan utama bukan untuk meyakinkan mereka agar menerima ajaran-ajaran iman Kristiani, melainkan supaya mereka memahami mengapa praktek-praktek tertentu itu sangat kuat ditekankan di dalam Gereja Katolik. Mereka tidak perlu menjadi orang Katolik tetapi setidak-tidaknya mereka mengerti, bahwa umat Katolik memiliki pola liturgi yang khas, bahwa praktek devosi (khususnya Bunda Maria) sama sekali tidak menggantikan peranan sentral Kristus, bahwa hidup selibat dan penghayatan kaul-kaul kebiaraan itu mungkin dan merupakan sebuah persembahan diri kepada Allah, dan sebagainya.

Pada sisi lain, titik temu yang paling kuat berperanan di dalam dialog ini adalah Sabda Tuhan. Terlepas dari tidak diakuinya kitab-kitab Deutrokanonika dari Perjanjian Lama, tata ibadat Kristiani seluruhnya berpusat pada Kitab Suci. Dengan kata lain, Kitab Suci merupakan titik temu yang mempersatukan. Ada sejumlah rekan imam dan umat Katolik mempersoalkan cara penafsiran yang berbeda dan melihatnya sebagai titik pisah yang sulit didamaikan. Pada skala tertentu, penilaian tersebut benar, namun saya memandangnya dari sisi yang berbeda, yakni setidak-tidaknya kita berbicara tentang teks yang sama dari sosok pribadi yang sama, yakni Kristus, Penyelamat. Dalam Seminar Kesatuan Gereja Internasional (SKGI) 2012 yang dimotori oleh Gereja Bethany Surabaya, saya mengajak para peserta untuk memandang Kristus sebagai sosok yang menjembatani perbedaan di antara denominasi Kristiani, sebagaimana Ia telah menjadi pemersatu para murid yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Gereja Kristiani memiliki luka sejarah yang dalam, terutama skisma yang beberapa kali terjadi, yang jelas menurunkan integritas moral gereja-gereja untuk mempromosikan kesatuan dan keharmonisan kepada dunia............... SELANJUTNYA

 
 
*) Dipresentasi dalam simposium misiologi di Aditya Wacana: Pusat Penelitian Agama dan Kebudayaan, Malang, tanggal 22 Januari 2015
PAGE 1, 2, 3, 4
 
     
 
 
 

LIHAT ARTIKEL LAIN

 


 
All stories by TIRTA WACANA Team except where otherwise noted. All rights reserved. | design: (c) aurelius pati soge